Rapat dengar pendapat yang digelar Komisi VIII DPR dengan jajaran pengurus pusat Jemaah Ahmadiyah Indonesia atau JAI berhasil merumuskan sejumlah poin terkait kontroversi Ahmadiyah.
Salah satu poinnya, DPR akan mendorong pemerintah untuk menggelar dialog terus-menerus dengan melibatkan pengikut Ahmadiyah hingga ke akar rumput.
"Kami tidak membuat kesimpulan, kami buat beberapa poin yang bisa dirumuskan dan tidak mengikat siapapun," ujar Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding, dalam rapat di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/2/2011) tengah malam.
Rapat dengar pendapat yang digelar hingga pukul 00.00 tersebut juga merumuskan bahwa kekerasan atas nama agama adalah suatu hal yang tidak dapat diterima.
"Kekerasan atas nama agama kami tolak keras, kami berharap tidak terjadi lagi seperti itu, penegakkan hukum harus dijalankan," kata Karding.
Selanjutnya, Surat Kesepakatan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung harus dijadikan acuan untuk ditaati baik oleh Ahmadiyah maupun warga negara non Ahmadiyah. "Apapun alasannya, harus," tegas Karding.
Dia melanjutkan, poin rumusan berikutnya, DPR mengakui dialog terus-menerus yang melibatkan Ahmadiyah memang dibutuhkan demi mengurai inti permasalahan.
"Pilar kebangsaan, ini menjadi titik tolak kehidupan berbangsa bernegara, bersosial, beragaman, dan berkeyakinan," katanya. Untuk itulah DPR akan mendorong pemerintah memperbanyak dialog yang melibatkan Ahmadiyah.
Sementara itu, Amir Nasional Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Abdul Basit saat menutup kesempatan bicaranya meminta agar negara menjamin hak konstitusi pengikut Ahmadiyah termasuk hak dalam memeluk keyakinan yang berbeda dengan Mayoritas.
JAI juga ingin negara memfasilitasi dialog-dialog yang melibatkan JAI hingga tingkat daerah. "Kalau (dialog) tidak dapat mempersatukan perbedaan, its ok, hidup masing-masing. Urusan keyakinan, urusan kami, urusan ketertiban, urusan polisi. Selesai," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar