Minggu, 20 Maret 2011
48 Tewas dan 150 Cidera Akibat Serangan di Libya
Televisi pemerintah Libya melaporkan 48 orang tewas dan 150 lainnya cedera akibat serangan udara yang dilakukan pesawat-pesawat sekutu pada Sabtu (19/3/2011). Serangan udara dan laut menghantam sasaran-sasaran di sepanjang pantai Libya, untuk mendesak pasukan Moammar Khadafy agar melakukan gencatan senjata dan menghentikan serangan terhadap penduduk sipil. Stasiun televisi CBS News di laman internetnya, Minggu (20/3/2011) menyebutkan tiga pembom siluman AS B-2 menjatuhkan 40 bom di suatu "lapangan udara penting" Libya, yang tidak disebutkan namanya. Namun seorang juru bicara Pentagon mengatakan pihaknya tidak memperoleh informasi tentang serangan itu. Pesawat-pesawat tempur Prancis melancarkan serangan pertama dalam intervensi militer internasional sejak invasi di Irak tahun 2003, menghancurkan tank-tank dan kendaraan-kendaraan lapis baja di daerah Benghazi, pangkalan pasukan perlawanan di Libya timur. Beberapa jam kemudian kapal-kapal perang Amerika Serikat dan Inggris menembakkan 110 rudal Tomahawk ke lokasi-lokasi pertahanan udara di sekitar ibu kota Tripoli dan kota Misrata di daerah barat, yang dikuasai pasukan Khadafy, kata para pejabat militer AS. Diberitakan, pasukan sekutu yang terdiri dari AS, Inggris, Perancis, dan Italia tergabung dalam operasi "Pengembaraan Fajar". Bereaksi atas serangan tersebut, Khadafy menyerukan perlawanan. "Kini perlu mengeluarkan perbekalan dan mempesenjatai seluruh rakyat dengan semua jenis senjata untuk mempertahankan kemerdekaan, persatuan dan kehormatan Libya," katanya dalam pesan audio yang disiarkan televisi pemerintah beberapa jam setelah serangan-serangan itu dimulai. Intervensi itu, setelah berminggu-minggu perdebatan diplomatik disambut dengan gembira di Benghazi, kota yang menjadi pusat perlawanan terhadap Khadafy. "Kami kira ini akan mengakhiri kekuasaan Khadafy. Rakyat Libya tidak akan pernah melupakan apa yang dilakukan Perancis terhadap mereka.Jika tidak ada mereka, maka Benghazi akan jatuh malam ini," kata Iyad Ali, 37 tahun. "Kami menghormati Perancis, Inggris, AS dan negara-negara Arab karena berpihak pada Libya. Kami kira Khadafy akan melampiaskan kemarahannya pada warga-warga sipil. Jadi Barat harus menghantam keras dia," kata karyawan sipil Khalid al Ghurfaly, 38 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar