Planet Saturnus dan cincinnya |
Bila para aktivis lingkungan memiliki perayaan Earth Hour, maka kalangan astronom pun memiliki perayaan disebut Globe at Night. Memiliki visi hampir serupa, Globe at Night mengajak masyarakat untuk peduli dengan dampak polusi cahaya terhadap lingkungan. Selain boros energi, cahaya artifisial seperti lampu merusak keindahan langit malam, mengikis kesempatan melihat banyak bintang dan mengganggu aktivitas astronomi.
Semalam, komunitas astronom amatir Jogja Astro Club (JAC) melakukan pembukaan perayaan tersebut. Pembukaan perayaan berlangsung bersamaan dengan acara Earth Hour yang juga diselenggarakan di kota gudeg itu. Dalam acara pembukaan, JAC mengajak anggota komunitas dan masyarakat setempat untuk mematikan lampu mendukung perayaan Earth Hour, melakukan pengamatan dan menonton film-film bertema astronomi.
Pengamatan oleh anggota JAC dilakukan mulai pukul 20.00-23.00. Sesuai kegiatan wajib dalam Globe at Night, dengan 5 buah teleskop para anggota komunitas itu melakukan pengamatan bintang di rasi Crux dan melaporkannya sehingga bisa menjadi database global. Pengamatan tambahan juga dilakukan pada benda-benda langit lain yang terlihat, seperti planet, komet, dan satelit.
Anggota JAC Mutoha Arkanuddin yang turut melakukan pengamatan mengatakan, "Dari observasi semalam, kita bisa mendapatkan citra cincin Saturnus beserta bulan planet tersebut. Selain itu kita juga berhasil tangkap citra yang disebut kotak mutiara di rasi Crux dan sistem bintang ganda Alpha Centauri." Dalam video reakaman itu, Saturnus beserta cincinnya tampak berwarna putih dan seperti UFO.
Mutoha menuturkan, banyak yang hal yang mengejutkan dan bisa dipelajari dari pengamatan tersebut. Misalnya, ia mengatakan bahwa banyak yang semula tak mengerti bahwa Alpha Centauri adalah sistem bintang ganda bisa paham dalam pengamatan ini. "Lalu menjelang akhir pengamatan itu saya lihat meteor. Saya sampai teriak itu," katanya saat dihubungi Berita Uptodate hari ini.
Sementara itu, pengamatan bintang di rasi Crux juga berhasil dilakukan. Mutoha tidak menyebutkan jumlah bintang yang berhasil teramati, namun ia mengatakan, "Kita berhasil identifikasi bintangnya pada magnitud 3. Untuk magnitud 4 dan 5 kita sudah tidak bisa identifikasi." Ia mengatakan belum bisa membandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, Mutoha mengatakan, "Kalau kita lihat, polusi cahaya di kota Jogja ini sudah cukup parah karena kita hanya bisa lihat hingga magnitud 3." Ia menuturkan, dalam kondisi langit gelap dan cerah, bintang bisa teramati hingga magnitud 5. Menurutnya, kondisi tersebut masih bisa didapatkan di wilayah Yogyakarta bagian selatan dan kabupaten Gunung Kidul.
Dewasa ini, dengan semakin banyaknya wilayah tumbuh menjadi perkotaan, polusi cahaya artifisial akibat lampu semakin besar. Salah satu akibatnya adalah makin sedikitnya orang yang bisa menikmati pemandangan langit gelap beserta benda langitnya yang tampak jelas. Apa yang terjadi di Yogyakarta bisa dijumpai pula di kota-kota besar lain seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya.
Globe at Night sendiri merupakan perayaan global layaknya Earth Hour. Globe at Night mengajak masyarakat untuk mengamati bintang di rasi Leo atau Crux dan melaporkannya ke situs globeatnight.org dan membandingkannya dengan hasil pengamatan di daerah lain. Di belahan bumi utara, perayaan Globe at Night dilakukan setiap tanggal 22 Maret-4 april sementara di belahan bumi selatan tiap tanggal 24 Maret-6 April.
0 komentar:
Posting Komentar