Kerusakan jalan utama penghubung Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah melalui jalur tengah semakin parah. Titik kerusakan memanjang mulai Kertosono, Kabupaten Nganjuk hingga Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kerusakan dipicu buruknya saluran drainase sehingga luapan air menggenangi badan jalan. Pemantauan Kompas, Senin (28/3/2011), mulai dari kilometer 96 Kertosono hingga kilometer 217 Mantingan, total sepanjang 121 kilometer, kerusakan terjadi secara merata dan bervariasi mulai kerusakan ringan, rusak sedang hingga rusak berat.
Kerusakan paling parah terjadi di ruas Madiun-Ngawi mulai dari Kecamatan Saradan, Kecamatan Caruban, di Madiun serta Kecamatan Karangjati di Ngawi.
Kerusakan paling dominan berupa jalan bergelombang dan jalan berlubang. Di beberapa ruas, kondisi kerusakan diperparah dengan tumpukan material perbaikan jalan yang ditinggal di dekat median jalan. Material itu membentuk gundukan-gundukan kecil hingga besar yang mengganggu pengguna jalan.
Di ruas Jalan Raya Ngawi, tepatnya di Kecamatan Karangjati, terdapat sejumlah pekerja dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jatim sedang menambal badan jalan yang berlubang. Pengawas Perbaikan Jalan dari Dinas PU Jatim, Jumri, yang ditemui di Ngawi, mengatakan, upaya perbaikan jalan rusak baru dilakukan pada tahap penambalan.
Solusi perbaikan dengan cara penambalan itu sejatinya menambah kerusakan jalan karena mengakibatkan jalur menjadi tidak rata. Penambalan yang dilakukan asal-asalan bahkan bisa membahayakan pengguna jalan terutama pengendara sepeda motor, apabila tidak waspada dalam berkendara.
Rusaknya jalur tengah antar provinsi tersebut dikeluhkan seluruh pengguna jalan baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum penumpang dan kendaraan angkutan barang.
Sudarto (35), sopir truk yang membawa pakan ternak dari Surabaya ke Solo, mengatakan, perjalanan yang normalnya ditempuh selama kurang dari lima jam dari Kertosono ke Mantingan bertambah hingga tujuh jam.
Para sopir truk tidak berani memacu laju kendaraannya karena khawatir terperosok ke dalam kubangan yang mengakibatkan kerusakan ban dan patah as. Selain memperlambat perjalanan, kerusakan ban akan menambah biaya operasional sopir yang pada ujungnya menggerus pendapatan mereka.
Sementara itu, pemilik kendaraan pribadi Mulyono (32) juga mengaku tidak berani mamacu kendaraannya dengan kencang karena banyaknya jalan berlubang dan bergelombang. Kecepatan maksimalnya hanya 80 kilometer per jam. Padahal, apabila kondisi jalan mulus, ia berani memacu laju kendaraannya hingga 100 km per jam.
0 komentar:
Posting Komentar