RA Kartini (kiri) bersama saudara-saudaranya: Kardinah dan Roekmini. |
Sosok RA Kartini tampaknya lebih dikenal masyarakat dibandingkan dengan pahlawan perempuan Indonesia lainnya, seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Nyak Meutia, atau Dewi Sartika. Hanya Kartini yang hari lahirnya diperingati sebagai hari nasional setiap tahun, dan jasa-jasanya sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi terus dikenang hingga kini.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti pahlawan-pahlawan lain yang juga berjasa dengan cara yang berbeda, sosok Kartini lebih melekat karena buah pikirannya yang tergolong sangat maju di zamannya. Apa yang diperjuangkan oleh Kartini masih terasa relevansinya hingga kini.
"Itu karena Kartini terkenal karena buah penanya, tulisannya, inspirasinya untuk pendidikan anak usia dini," kata Hartati Adiarsa, Ketua Himpunan Wastra Prima, dalam Seminar "Kartini Dulu dan Sekarang", yang diadakan oleh Komunitas Klasik Indonesia di Museum Tekstil Indonesia, Jakarta, Minggu (17/4/2011) lalu.
Kartini tidak memilih berjuang di medan perang. Ia memilih jalan yang damai, namun hasilnya terus menjadi kekuatan perempuan masa kini untuk mengembangkan dirinya. Hal inilah, menurut Hartati, yang bisa diteladani oleh kita sekarang.
Lahir dan besar di keluarga ningrat (ia putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat), Kartini juga dinilai memiliki pandangan yang terbuka terhadap Belanda. "Beliau menentang penjajahan, tapi tidak membenci orang-orang Belanda yang pantas dihormatinya. Itu sebabnya surat-surat Kartini justru diterbitkan oleh orang Belanda," jelas Hartati.
Barangkali pergaulannya dengan orang-orang Belanda yang membuat Kartini punya cara berpikir yang melampaui perempuan-perempuan Jawa saat itu. Menurut buku Surat-surat Kartini kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya, misalnya, Kartini menulis kepada istri J.H. Abendanon (Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu) bahwa ia sudah memulai kebiasaan pantang makan daging. Artinya, sebelum surat bertanggal 27 Oktober 1902 itu dibuat, Kartini sudah jadi vegetarian!
Hartati mengisahkan, Kartini memang rajin membaca dan menulis, sehingga mampu mengajarkan baca-tulis kepada orang lain. Seperti umumnya tradisi keluarga Jawa dahulu, Kartini juga membatik. "Bahkan beliau juga memasarkan batik-batik tersebut ke orang-orang Belanda. Menjadi orang yang aktif dan berguna seperti beliau juga harus dilakukan perempuan Indonesia di masa sekarang," tutup Hartati.
Kedekatan Kartini dengan masyarakat Belanda ini membuat namanya juga diabadikan sebagai Kartinistraat, nama jalan di beberapa kota di Belanda. Antara lain di Utrecht, Amsterdam (dimana nama Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap), juga di Venlo dan Haarlem. Di Venlo, RA Kartinistraat berada di kawasan Hagerhof dimana nama-nama jalannya diambil dari tokoh-tokoh perempuan seperti Anne Frank dan Mathilde Wibaut.
Di mata Hartati, RA Kartini adalah seorang perempuan Indonesia yang menyadari bahwa anak-anak usia dini sangat cepat menyerap nilai-nilai pendidikan. Ia sangat peduli terhadap pendidikan anak usia dini, bahkan sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, Kartini masa kini pun harus menanamkan pendidikan usia dini, bahkan sejak anak masih di dalam kandungan
0 komentar:
Posting Komentar