JAKARTA, Berita Uptodate - Rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali menghangat. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan kembali membahas kebijakan subsidi BBM mulai minggu ketiga Mei ini.
Langkah menghadapi kenaikan harga minyak dunia sudah mendesak dilakukan. Sebab, beban subsidi makin membengkak akibat harga minyak yang makin jauh dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo bilang, sejumlah harga BBM perlu penyesuaian. "Harganya sudah tak cocok lagi," ujarnya, kemarin.
Namun, keputusan akhir kebijakan soal BBM ini, apakah itu menaikkan harga atau membatasi BBM bersubsidi, akan ditetapkan Juli nanti.
Langkah menghadapi kenaikan harga minyak dunia sudah mendesak dilakukan. Sebab, beban subsidi makin membengkak akibat harga minyak yang makin jauh dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo bilang, sejumlah harga BBM perlu penyesuaian. "Harganya sudah tak cocok lagi," ujarnya, kemarin.
Namun, keputusan akhir kebijakan soal BBM ini, apakah itu menaikkan harga atau membatasi BBM bersubsidi, akan ditetapkan Juli nanti.
Harganya sudah tak cocok lagi - Dirjen Migas Evita Legowo
Berdasarkan undang-undang, pemerintah boleh menaikkan harga BBM bersubsidi bila rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam setahun lebih tinggi 10 persen dari asumsi. Pada APBN 2011, harga asumsi itu 80 dollar AS per barel. Harga ICP di bulan April telah mencapai 123 dollar AS per barrel. Sementara, "Periode Mei 2010–April 2011 harga rata-ratanya sudah mencapai 90 dollar AS," kata Evita.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pemerintah masih mengalokasikan subsidi energi. Namun, polanya akan diarahkan ke subsidi langsung. Ia menambahkan, saat ini pemerintah tengah mengatur restrukturisasi subsidi dalam sebuah road map tersendiri.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pemerintah masih mengalokasikan subsidi energi. Namun, polanya akan diarahkan ke subsidi langsung. Ia menambahkan, saat ini pemerintah tengah mengatur restrukturisasi subsidi dalam sebuah road map tersendiri.
Defisit membengkak
Centre for Strategic International Studies (CSIS) menghitung, jika pemerintah tetap mempertahankan harga Rp 4.500 per liter saat ini dan harga ICP tetap berada pada kisaran 100 dollar AS per barrel, subsidi premium akan meningkat dari target APBN 2011 sebesar Rp 41 triliun (5 persen dari total pengeluaran APBN) menjadi sekitar Rp 69 triliun (8,2 persen dari total pengeluaran APBN). "Dengan kondisi ini, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) berkurang 0,2 persen dari target APBN," kata peneliti Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan.
Dengan harga minyak di atas 100 dollar AS per barrel, penurunan lifting minyak, dan penguatan kurs rupiah saat ini, defisit APBN 2011 akan bertambah Rp 18,8 triliun. Menurut Deni, hasil ini lebih tinggi ketimbang defisit menurut kajian ITB, UGM, dan UI yang sebesar Rp 14 triliun.
Pembengkakan defisit akan memaksa pemerintah memangkas pos anggaran seperti belanja modal. Pilihan lain adalah menambah utang. Tapi ini sama saja menambah beban bunga dan utang negara.
Menurut hitungan Bank Dunia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, 80 persen bensin bersubsidi dinikmati 50 persen keluarga terkaya. Sementara, keluarga miskin/hampir miskin dan keluarga paling miskin hanya menikmati masing-masing 16 persen dan 1 persen.
Dus, CSIS memberi beberapa opsi, yakni: mencabut subsidi premium, menguranginya secara bertahap, atau membatasi konsumsi BBM bersubsidi hanya bagi kendaraan umum. Tapi, ini harus dikompensasi dengan relokasi anggaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan program sosial.
Dengan harga minyak di atas 100 dollar AS per barrel, penurunan lifting minyak, dan penguatan kurs rupiah saat ini, defisit APBN 2011 akan bertambah Rp 18,8 triliun. Menurut Deni, hasil ini lebih tinggi ketimbang defisit menurut kajian ITB, UGM, dan UI yang sebesar Rp 14 triliun.
Pembengkakan defisit akan memaksa pemerintah memangkas pos anggaran seperti belanja modal. Pilihan lain adalah menambah utang. Tapi ini sama saja menambah beban bunga dan utang negara.
Menurut hitungan Bank Dunia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, 80 persen bensin bersubsidi dinikmati 50 persen keluarga terkaya. Sementara, keluarga miskin/hampir miskin dan keluarga paling miskin hanya menikmati masing-masing 16 persen dan 1 persen.
Dus, CSIS memberi beberapa opsi, yakni: mencabut subsidi premium, menguranginya secara bertahap, atau membatasi konsumsi BBM bersubsidi hanya bagi kendaraan umum. Tapi, ini harus dikompensasi dengan relokasi anggaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan program sosial.
0 komentar:
Posting Komentar