Pembangkit Fukushima Dai-Ichi sebelum tsunami terjadi |
Badan Tenaga Atom Nasional atau Batan menyatakan, pemerintah sebenarnya tidak perlu melakukan pemeriksaan terhadap warga negara Indonesia yang pernah tinggal di Tokyo atau di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Fukushima Daiichi, Jepang, yang rusak akibat gempa bumi, pekan lalu. Yang seharusnya diperiksa adalah produk pangan dari kawasan sekitar reaktor nuklir tersebut, seperti sayur dan buah-buahan.
Saat ini, tingkat terpaparnya radiasi pada manusia diakui sangat kecil, yaitu di antara 0,0176 hingga 0,0011 satuan tingkat radiasi per jam atau millisieverts (mSv) di sejumlah besar titik pengamatan di kota-kota di Jepang.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Batan Hudi Hastowo kepada Kompas di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (Patir-Batan) Pasar Jumat, Jakarta, Senin (21/3/2011). Hudi didampingi sejumlah deputi Kepala Batan dan Kepala Pusat Patir-Batan Zainal Abidin dan lainnya.
"Deteksi tingkat radiasi yang kita peroleh tidak bakal ada, sekalipun kita akan melakukan pemeriksaan pada mereka yang kembali. Namun, saya usulkan, dan Batan mempersiapakan diri, jika in case ada orang yang merasa terpapar cukup banyak, maka kita bisa melakukan pemeriksaan lanjutan. Misalnya, pemeriksaan air kencing. Sebab, logikanya jika terpapar akan ada tingkat radiasi yang terhirup dan bisa keluar lagi melalui air kencing," papar Hudi.
Menurut Hudi, jika memang ada warga negara Indonesia (WNI) yang terkena sampai batas perubahan di kromosom, Batan juga mempunyai kemampuan untuk mengukur abrasi kromosom. "Akan tetapi, kita tidak anjurkan dilakukan mengingat pekerjaan itu berat. Pemeriksaan itu juga percuma jika mereka tidak terkena tingkat radiasi sampai ratusan mSv. Namun, laboratorium di Batan siap melakukannya in case jika memang ada orang yang merasa over expose," tambah Hudi lagi, seraya mengingatkan over expose biasanya terjadi pada pekerja reaktor nuklir.
Hudi mengatakan lagi, sebaiknya kalaupun mau dilakukan pemeriksaan tingkat radiasi, hal itu seharusnya juga dilakukan sebelum WNI naik pesawat pulang ke Jakarta.
"Itu sebetulnya tergantung mereka sendiri. Namun, seharusnya jika mereka akan diperiksa, sebaiknya mereka di-screen dulu sebelum masuk ke pesawat. Yang bahaya sebetulnya bukan radiasi yang masuk ke Indonesia. Yang paling berbahaya, yaitu awan yang diembuskan angin, jika awannya mengandung zat radioaktif dan menempel di baju. Yang terjadi adalah kontaminasi dan bukan radiasi," kata Hudi.
Menurut Hudi, kalau radiasinya langsung otomatis masuk ke badan, tidak ada masalahnya. Itu seperti pemrosesan sinar-X dan tidak meninggalkan bekas. "Akan tetapi, jika radiasi itu terkontaminasi, itulah yang repot. Nah, inilah yang kita harapkan sudah dilakukan di sana (Jepang). Kalau tidak kan di pesawatnya sendiri cukup lama. Tujuh jam itu sudah terjadi silang kontaminasi yang luar biasa," ungkap Hudi.
0 komentar:
Posting Komentar