Kenduri Sko |
Gara-gara orang Malaysia mendirikan Museum Kerinci di negerinya, nama Kerinci mendadak melambung. Sama dan sebangun saat negeri jiran itu mengaku-aku seni reog ponorogo, tari pendet, lagu "Rasa-sayange", masakan rendang, dan produk-produk budaya kita lainnya sebagai milik orang Malaysia. Kita pun berang, merasa "ditampar". Yang menyedihkan adalah, kerapnya kita tertampar justru oleh kelalaian kita sendiri yang tak becus mengurus kebudayaan kita sendiri.
Malaysia... Malaysia... Apapun alasan dan landasan dari pendirian Museum Kerinci di Malaysia adalah sebentuk kenyataan, betapa di satu sisi ada semangat Malaysia untuk mengenali akar budayanya yang secara historis memang berada di tanah Indonesia. Di sisi lain, ada fakta bahwa kita tak pernah bersungguh-sungguh mengurusi budaya kita, dan ketika budaya itu "diambil" oleh bangsa lain yang hendak merawatnya, kita pun merasa dipecundangi.
Sebagai bangsa yang boleh dikata tak "memiliki" akar budaya di tanah airnya, Malaysia tentu akan berjuang menemukan kembali jejak kakek moyangnya. Kebudayaan Kerinci adalah salah satu pokok akar itu. Maka tak heran jika, sejak tahun 1990, orang Malaysia sudah melakukan riset mendalam mengenai budaya Kerinci.
Seperti diungkapkan budayawan Jambi asal Kerinci, Nukman SS, saat dihubungi di Jambi, Minggu (27/3/2011). "Gelagat itu sebenarnya sudah terbaca jauh-jauh hari ketika, semenjak awal 1990-an, peneliti-peneliti dari Malaysia mulai berdatangan dan didatangkan ke Kerinci membawa misi riset budaya. Hingga saat ini, Kerinci masih menjadi obyek riset budaya yang dominan oleh para peneliti negeri jiran tersebut," ungkap Nukman.
Maka marilah kita lihat, benda dan kekayaan budaya Kerinci apa sajakah yang dibawa ke museum di Malaysia itu. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Arlis, Senin (11/4/2011), Museum Kerinci dibangun di dalam kompleks Sekolah Kebangsaan di Kuala Lumpur. Pemerintah Kabupaten Kerinci telah mengirimkan sejumlah benda peninggalan budaya dan sejarah Kerinci untuk dipamerkan, seperti alat musik gong ketuk, rebana sikek, sandu (sejenis seruling), dan gendang kerinci dari kayu surian.
Selain itu, ada juga beragam jenis alat pertanian, seperti tangkai beliung untuk menebang kayu, luka belut (alat menangkap belut di sungai) dari bambu, dan jangki dari rotan (untuk menyimpan benda bawaan). Pemerintah Kabupaten Kerinci juga menyiapkan sejumlah naskah beraksara kuno dan berbagai jenis pakaian adat.
Menurut Arlis, dalam peresmian pembukaan Museum Kerinci pekan depan akan ditampilkan sejumlah tarian asli Kabupaten Kerinci, seperti Tari Ranggut, Tari Pengobatan, dan Ngaji Adat. Museum akan diresmikan Bupati Kerinci Murasman dan disaksikan sejumlah pejabat Pemerintah Malaysia, termasuk Menteri Kebudayaan Malaysia.
Banyak memang yang menyayangkan "budi baik" pejabat Pemda Kabupaten Kerinci yang dengan sukarela mempersilakan orang Malaysia membawa warisan budayanya. Mereka yang menyayangkan hal itu antara lain Dewan Kesenian Jambi (DKJ) yang menyerukan agar segenap masyarakat adat di Provinsi Jambi dan khususnya Kabupaten Kerinci bisa kompak melakukan perlawanan terhadap manuver Malaysia yang terus memboyong sko, yaitu benda-benda pusaka, dari Kerinci ke negeri jiran tersebut.
"Kami menyerukan agar segenap masyarakat, budayawan, dan seniman Jambi, khususnya yang berdomisili di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, untuk tidak tinggal diam melihat adanya gelagat Malaysia yang terus memboyong benda sko dari Kerinci," kata Ketua Harian DKJ Naswan Iskandar SE saat dihubungi di Jambi, Minggu (10/4/2011).
Menurut Iskandar, sko Kerinci adalah aset kebudayaan utama bagi Provinsi Jambi karena tidak ada kabupaten lain di Jambi yang memiliki peradaban begitu lengkap dan runut seperti Kerinci. Oleh karena itu, segala upaya harus dilakukan untuk menyelamatkan aset besar tersebut.
"Upaya penyelamatan tidak cukup hanya dilakukan oleh masyarakat setempat. Pemerintah daerah juga harus memiliki political will, kemauan atau kesadaran untuk melakukan upaya-upaya revitalisasi dan proteksi," kata dia.
Pemkab, kata dia, tak seharusnya lantas gelap mata karena tersanjung mendapat apresiasi Pemerintah Diraja Malaysia yang menghibahkan museum kebudayaan Kerinci di Malaysia.
Hal tersebut justru semestinya dicurigai karena sangat berkemungkinan mengandung niat halus Pemerintah Malaysia untuk memindahkan keberadaan sko-sko Kerinci ke negerinya.
Sementara Malaysia pada pekan depan berencana membuka museum Kerinci dengan "pesta" yang menyenangkan, kita di sini hanya bisa mengelus dada. Sebagian pasrah, sebagian mengutuk aksi "pemboyongan" benda-benda pusaka Kerinci itu, dan sebagian lainnya sinis kepada pengelola negeri ini.
Puluhan komentar pun muncul berhamburan dari pembaca oase.kompas.com. Di antaranya dari Asanah yang mengatakan, "Pertanyaannya kenapa Pemerintah Indonesia kurang menghargai/peduli dengan sejarah bangsa sendiri?! Coba kalau dilestarikan atau dibangun museum di daerah tempat sejarah itu berasal, itu kan bisa untuk salah satu daya tarik daerah itu sendiri bagi para wisatawan.... Negara korup jadi lupa akan sejarahnya karena negara yang besar adalah negara yang menghargai sejarahnya...."
Indah Wahyu menulis begini, "Terima kasih kepada Pemerintah Malaysia yang mau menghargai budaya dan sejarah negara tetangga sampai mau repot-repot bangunin museum di Kuala Lumpur segala... Terima kasih karena Pemerintah Malaysia membuka mata kami... Biarpun Anda dicaci maki orang Indonesia, sebenarnya Anda yang selalu membangkitkan semangat nasionalisme kami yang kadang sudah kami pikir usang...."
Sementara itu, Mawardi mengungkapkan, "Sedih... banyak hal negeri ini belum bisa menghargai diri sendiri, baik sejarah, kebudayaan, intelektual, dan lain-lain. bagaimana bisa dihargai bangsa lain kalau dirinya sendiri tidak pernah dihargai... Ingat, Indonesia dibentuk dari kebinekaan... Kebinekaan untuk semua bukan milik masing-masing... Indonesia banyak sejarah, tetapi dokumen sejarah Indonesia yang memegang dan memiliki adalah bangsa lain sehingga generasinya tidak tahu sejarah bangsanya... Sedih...."
Kita memang pantas kecewa dengan pengelola negeri ini, dari tingkat pusat hingga daerah, seperti diutarakan Suci Handayani, "Mmm, miris membacanya. Kalau sudah begini, baru deh diperhatiin. Kemarin ke mana aja? Ya mungkin mereka hanya ingin dihargai karena semua butuh pengakuaan. Kalau di negeri sendiri saja tidak diurusi, mengapa harus menolak sesuatu yang menghargai dan mengakui kebudayaan mereka! Ya seharusnya memang harus lebih menjalin komunikasi dulu dengan pemerintah kita!"
Nah, kini, apa komentar Anda, saudara?
Malaysia... Malaysia... Apapun alasan dan landasan dari pendirian Museum Kerinci di Malaysia adalah sebentuk kenyataan, betapa di satu sisi ada semangat Malaysia untuk mengenali akar budayanya yang secara historis memang berada di tanah Indonesia. Di sisi lain, ada fakta bahwa kita tak pernah bersungguh-sungguh mengurusi budaya kita, dan ketika budaya itu "diambil" oleh bangsa lain yang hendak merawatnya, kita pun merasa dipecundangi.
Sebagai bangsa yang boleh dikata tak "memiliki" akar budaya di tanah airnya, Malaysia tentu akan berjuang menemukan kembali jejak kakek moyangnya. Kebudayaan Kerinci adalah salah satu pokok akar itu. Maka tak heran jika, sejak tahun 1990, orang Malaysia sudah melakukan riset mendalam mengenai budaya Kerinci.
Seperti diungkapkan budayawan Jambi asal Kerinci, Nukman SS, saat dihubungi di Jambi, Minggu (27/3/2011). "Gelagat itu sebenarnya sudah terbaca jauh-jauh hari ketika, semenjak awal 1990-an, peneliti-peneliti dari Malaysia mulai berdatangan dan didatangkan ke Kerinci membawa misi riset budaya. Hingga saat ini, Kerinci masih menjadi obyek riset budaya yang dominan oleh para peneliti negeri jiran tersebut," ungkap Nukman.
Maka marilah kita lihat, benda dan kekayaan budaya Kerinci apa sajakah yang dibawa ke museum di Malaysia itu. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Arlis, Senin (11/4/2011), Museum Kerinci dibangun di dalam kompleks Sekolah Kebangsaan di Kuala Lumpur. Pemerintah Kabupaten Kerinci telah mengirimkan sejumlah benda peninggalan budaya dan sejarah Kerinci untuk dipamerkan, seperti alat musik gong ketuk, rebana sikek, sandu (sejenis seruling), dan gendang kerinci dari kayu surian.
Selain itu, ada juga beragam jenis alat pertanian, seperti tangkai beliung untuk menebang kayu, luka belut (alat menangkap belut di sungai) dari bambu, dan jangki dari rotan (untuk menyimpan benda bawaan). Pemerintah Kabupaten Kerinci juga menyiapkan sejumlah naskah beraksara kuno dan berbagai jenis pakaian adat.
Menurut Arlis, dalam peresmian pembukaan Museum Kerinci pekan depan akan ditampilkan sejumlah tarian asli Kabupaten Kerinci, seperti Tari Ranggut, Tari Pengobatan, dan Ngaji Adat. Museum akan diresmikan Bupati Kerinci Murasman dan disaksikan sejumlah pejabat Pemerintah Malaysia, termasuk Menteri Kebudayaan Malaysia.
Banyak memang yang menyayangkan "budi baik" pejabat Pemda Kabupaten Kerinci yang dengan sukarela mempersilakan orang Malaysia membawa warisan budayanya. Mereka yang menyayangkan hal itu antara lain Dewan Kesenian Jambi (DKJ) yang menyerukan agar segenap masyarakat adat di Provinsi Jambi dan khususnya Kabupaten Kerinci bisa kompak melakukan perlawanan terhadap manuver Malaysia yang terus memboyong sko, yaitu benda-benda pusaka, dari Kerinci ke negeri jiran tersebut.
"Kami menyerukan agar segenap masyarakat, budayawan, dan seniman Jambi, khususnya yang berdomisili di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, untuk tidak tinggal diam melihat adanya gelagat Malaysia yang terus memboyong benda sko dari Kerinci," kata Ketua Harian DKJ Naswan Iskandar SE saat dihubungi di Jambi, Minggu (10/4/2011).
Menurut Iskandar, sko Kerinci adalah aset kebudayaan utama bagi Provinsi Jambi karena tidak ada kabupaten lain di Jambi yang memiliki peradaban begitu lengkap dan runut seperti Kerinci. Oleh karena itu, segala upaya harus dilakukan untuk menyelamatkan aset besar tersebut.
"Upaya penyelamatan tidak cukup hanya dilakukan oleh masyarakat setempat. Pemerintah daerah juga harus memiliki political will, kemauan atau kesadaran untuk melakukan upaya-upaya revitalisasi dan proteksi," kata dia.
Pemkab, kata dia, tak seharusnya lantas gelap mata karena tersanjung mendapat apresiasi Pemerintah Diraja Malaysia yang menghibahkan museum kebudayaan Kerinci di Malaysia.
Hal tersebut justru semestinya dicurigai karena sangat berkemungkinan mengandung niat halus Pemerintah Malaysia untuk memindahkan keberadaan sko-sko Kerinci ke negerinya.
Sementara Malaysia pada pekan depan berencana membuka museum Kerinci dengan "pesta" yang menyenangkan, kita di sini hanya bisa mengelus dada. Sebagian pasrah, sebagian mengutuk aksi "pemboyongan" benda-benda pusaka Kerinci itu, dan sebagian lainnya sinis kepada pengelola negeri ini.
Puluhan komentar pun muncul berhamburan dari pembaca oase.kompas.com. Di antaranya dari Asanah yang mengatakan, "Pertanyaannya kenapa Pemerintah Indonesia kurang menghargai/peduli dengan sejarah bangsa sendiri?! Coba kalau dilestarikan atau dibangun museum di daerah tempat sejarah itu berasal, itu kan bisa untuk salah satu daya tarik daerah itu sendiri bagi para wisatawan.... Negara korup jadi lupa akan sejarahnya karena negara yang besar adalah negara yang menghargai sejarahnya...."
Indah Wahyu menulis begini, "Terima kasih kepada Pemerintah Malaysia yang mau menghargai budaya dan sejarah negara tetangga sampai mau repot-repot bangunin museum di Kuala Lumpur segala... Terima kasih karena Pemerintah Malaysia membuka mata kami... Biarpun Anda dicaci maki orang Indonesia, sebenarnya Anda yang selalu membangkitkan semangat nasionalisme kami yang kadang sudah kami pikir usang...."
Sementara itu, Mawardi mengungkapkan, "Sedih... banyak hal negeri ini belum bisa menghargai diri sendiri, baik sejarah, kebudayaan, intelektual, dan lain-lain. bagaimana bisa dihargai bangsa lain kalau dirinya sendiri tidak pernah dihargai... Ingat, Indonesia dibentuk dari kebinekaan... Kebinekaan untuk semua bukan milik masing-masing... Indonesia banyak sejarah, tetapi dokumen sejarah Indonesia yang memegang dan memiliki adalah bangsa lain sehingga generasinya tidak tahu sejarah bangsanya... Sedih...."
Kita memang pantas kecewa dengan pengelola negeri ini, dari tingkat pusat hingga daerah, seperti diutarakan Suci Handayani, "Mmm, miris membacanya. Kalau sudah begini, baru deh diperhatiin. Kemarin ke mana aja? Ya mungkin mereka hanya ingin dihargai karena semua butuh pengakuaan. Kalau di negeri sendiri saja tidak diurusi, mengapa harus menolak sesuatu yang menghargai dan mengakui kebudayaan mereka! Ya seharusnya memang harus lebih menjalin komunikasi dulu dengan pemerintah kita!"
Nah, kini, apa komentar Anda, saudara?
Gelagat itu sebenarnya sudah terbaca jauh-jauh hari ketika semenjak awal 1990-an, peneliti-peneliti dari Malaysia mulai berdatangan dan didatangkan ke Kerinci membawa misi riset budaya.
0 komentar:
Posting Komentar