Dua minggu terakhir bulan November, anak-anak Belanda mulai resah. Mereka tak sabar menunggu kedatangan seorang tokoh istimewa. Sinterklaas. Orang ini juga dikenal sebagai Sint Nicholaas. Dia merupakan santo pelindung anak-anak dan para pelaut.
Pesta Sinterklas diadakan untuk merayakan hari jadinya sebagai santo itu. Konon tokoh Sinterklas itu pula yang mengilhami tokoh Santa Claus di Amerika Serikat dan Father Christmas di Inggris.
Menurut cerita, Sinterklas adalah lelaki tua berperut gendut dengan janggut dan kumis lebat berwarna putih karena umurnya sudah tua sekali. Dia mengenakan jubah merah dan memiliki buku yang berisi nama-nama semua anak di seluruh dunia. Di dalam buku itu juga tercatat semua kenakalan dan kebaikan yang dilakukan anak-anak itu sepanjang tahun. Orang tua yang mencintai anak-anak itu tinggal di istana di Spanyol (sedang Santa Claus tinggal di Kutub Utara dan entahlah, Father Christmas tinggal di mana!).
Sinterklas datang ke Belanda naik kapal api ditemani oleh serombongan pembantunya yang bermuka hitam dan berpakaian cerah menyolok. Semua pembantu itu mempunyai nama yang sama: Zwarte Piet atau Si Piet Hitam. Konon di abad pertengahan Piet Hitam merupakan nama lain untuk setan. Menurut cerita, setelah Sinterklas dapat menaklukkan kejahatan dengan segala perbuatannya yang baik, setan dalam wujud sebagai Piet Hitam lalu tunduk pada Sinterklas dan menjadi pembantunya.
Walaupun sosok Piet Hitam itu bermula dari gagasan mengenai setan, dalam perkembangan selanjutnya sosok itu mendapat konotasi rasial karena ada yang menduga bahwa Piet itu menggambarkan budak yang didatangkan orang Belanda dari Afrika. Namun ada juga kepercayaan bahwa Sinterklas membeli Piet dan membebaskannya dari belenggu perbudakan. Rasa berterima kasih membuat Piet memilih tetap tinggal bersama Sinterklas untuk membantu tugasnya membagikan hadiah kepada anak-anak yang manis.
Anak-anak Belanda masa kini mendengar bahwa wajah Piet menjadi hitam oleh abu dari cerobong asap, karena sesuai cerita, Piet mengantarkan hadiah-hadiah dari Sinterklas melalui perapian di setiap rumah.
Konon, Sinterklas pernah menyelamatkan tiga orang gadis yang hendak dijual sebagai pelacur oleh ayah mereka. Sinterklas lalu melemparkan uang emas ke jendela ketiga gadis itu yang kemudian dipakai membayar utang-utang ayah mereka. Selamatlah ketiga anak gadis itu dari lembah nista pelacuran.
Di abad pertengahan, peran ketiga gadis itu berubah menjadi segala orang miskin sehingga pesta ini kemudian juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dengan pemberian uang sekadarnya. Pemberian berupa uang kemudian diubah menjadi hadiah kecil, permen atau coklat berbentuk uang yang diberikan di sepatu setiap anak.
Setibanya di Belanda, Sinterklas menunggang kuda berwarna abu-abu dan Piet Hitam bertugas masuk ke setiap rumah (melalui cerobong asap) untuk mengantarkan hadiah bagi anak-anak yang bertingkahlaku manis.
Anak-anak yang nakal dimasukkannya ke dalam karung untuk dibawa ke Spanyol. Biasanya anak-anak Belanda dan Belgia mengisi sepatu mereka dengan rumput atau wortel (untuk kuda Sinterklas) dan menaruh sepatu-sepatu itu di dekat perapian bersama secawan air minum untuk sang kuda. Sebelum tidur, mereka menyanyikan lagu-lagu khas untuk Sinterklas.
Pesta Sinterklas diadakan untuk merayakan hari jadinya sebagai santo itu. Konon tokoh Sinterklas itu pula yang mengilhami tokoh Santa Claus di Amerika Serikat dan Father Christmas di Inggris.
Menurut cerita, Sinterklas adalah lelaki tua berperut gendut dengan janggut dan kumis lebat berwarna putih karena umurnya sudah tua sekali. Dia mengenakan jubah merah dan memiliki buku yang berisi nama-nama semua anak di seluruh dunia. Di dalam buku itu juga tercatat semua kenakalan dan kebaikan yang dilakukan anak-anak itu sepanjang tahun. Orang tua yang mencintai anak-anak itu tinggal di istana di Spanyol (sedang Santa Claus tinggal di Kutub Utara dan entahlah, Father Christmas tinggal di mana!).
Sinterklas datang ke Belanda naik kapal api ditemani oleh serombongan pembantunya yang bermuka hitam dan berpakaian cerah menyolok. Semua pembantu itu mempunyai nama yang sama: Zwarte Piet atau Si Piet Hitam. Konon di abad pertengahan Piet Hitam merupakan nama lain untuk setan. Menurut cerita, setelah Sinterklas dapat menaklukkan kejahatan dengan segala perbuatannya yang baik, setan dalam wujud sebagai Piet Hitam lalu tunduk pada Sinterklas dan menjadi pembantunya.
Walaupun sosok Piet Hitam itu bermula dari gagasan mengenai setan, dalam perkembangan selanjutnya sosok itu mendapat konotasi rasial karena ada yang menduga bahwa Piet itu menggambarkan budak yang didatangkan orang Belanda dari Afrika. Namun ada juga kepercayaan bahwa Sinterklas membeli Piet dan membebaskannya dari belenggu perbudakan. Rasa berterima kasih membuat Piet memilih tetap tinggal bersama Sinterklas untuk membantu tugasnya membagikan hadiah kepada anak-anak yang manis.
Anak-anak Belanda masa kini mendengar bahwa wajah Piet menjadi hitam oleh abu dari cerobong asap, karena sesuai cerita, Piet mengantarkan hadiah-hadiah dari Sinterklas melalui perapian di setiap rumah.
Konon, Sinterklas pernah menyelamatkan tiga orang gadis yang hendak dijual sebagai pelacur oleh ayah mereka. Sinterklas lalu melemparkan uang emas ke jendela ketiga gadis itu yang kemudian dipakai membayar utang-utang ayah mereka. Selamatlah ketiga anak gadis itu dari lembah nista pelacuran.
Di abad pertengahan, peran ketiga gadis itu berubah menjadi segala orang miskin sehingga pesta ini kemudian juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dengan pemberian uang sekadarnya. Pemberian berupa uang kemudian diubah menjadi hadiah kecil, permen atau coklat berbentuk uang yang diberikan di sepatu setiap anak.
Setibanya di Belanda, Sinterklas menunggang kuda berwarna abu-abu dan Piet Hitam bertugas masuk ke setiap rumah (melalui cerobong asap) untuk mengantarkan hadiah bagi anak-anak yang bertingkahlaku manis.
Anak-anak yang nakal dimasukkannya ke dalam karung untuk dibawa ke Spanyol. Biasanya anak-anak Belanda dan Belgia mengisi sepatu mereka dengan rumput atau wortel (untuk kuda Sinterklas) dan menaruh sepatu-sepatu itu di dekat perapian bersama secawan air minum untuk sang kuda. Sebelum tidur, mereka menyanyikan lagu-lagu khas untuk Sinterklas.
Keesokan harinya, ketika mereka bangun dan cepat-cepat berlari menengok sepatu mereka kebahagiaan melimpah karena ternyata Sinterklas menyempatkan mampir untuk memberikan hadiah. Permen dan koin coklat pun bertebaran di sekitar perapian itu.
Batavia
Seperti di Belanda, di Hindia-Belanda, pesta Sinterklas ditunggu-tunggu dan dirayakan secara meriah. Sinterklas merapat di Pelabuhan Sunda Kelapa, setelah berlayar berhari-hari dari Spanyol. Sinterklas dan para Piet Hitam yang menemaninya dijemput oleh Walikota Batavia dan seluruh rombongan itu berkeliling kota dalam arak-arakan yang meriah.
Seperti di Belanda, di Hindia-Belanda, pesta Sinterklas ditunggu-tunggu dan dirayakan secara meriah. Sinterklas merapat di Pelabuhan Sunda Kelapa, setelah berlayar berhari-hari dari Spanyol. Sinterklas dan para Piet Hitam yang menemaninya dijemput oleh Walikota Batavia dan seluruh rombongan itu berkeliling kota dalam arak-arakan yang meriah.
Gedung Societeit Harmonie didandani meriah untuk menyambut kedatangannya, dan di sana pula anak-anak Belanda menunggu untuk bertemu dengan tokoh kesayangan mereka.
Selain itu, hampir setiap perusahaan dan kantor besar mengadakan pesta Sinterklas untuk anak-anak pegawai mereka. Biasanya salah seorang pegawai berbangsa Belanda didaulat untuk memerankan tokoh Sinterklas, dan beberapa pegawai pribumi menjadi Piet-piet Hitam.
Setelah kemerdekaan, orang Belanda mulai enggan menyuruh atau meminta pegawai pribumi memerankan tokoh pembantu Sinterklas itu. Namun ada saja pegawai pribumi yang suka memerankannya, karena Piet Hitam merupakan tokoh jenaka yang nakal dan jahil.
Rumah-rumah di Batavia tentu saja tidak memiliki perapian ataupun cerobong asap sehingga anak-anak Belanda dan Indo menaruh sepatu berisi rumput dan cawan minuman kuda Sinterklas di bawah jendela. Lagipula, bukankah Piet Hitam lebih mudah masuk ke rumah melalui jendela?
Ada pula yang menaruh sepatu di bawah tempat tidur. Dan pagi-pagi, tanggal 5 Desember, semua anak Belanda, Belgia, dan Indo-Belanda di seluruh dunia bersorak gembira mendapatkan hadiah di sepatu mereka. Dan permen serta coklat tersebar di antara sisa-sisa rumput yang tak habis dimakan oleh kuda Sinterklas. (Frieda Amran, Antropolog tinggal di Belanda)
Selain itu, hampir setiap perusahaan dan kantor besar mengadakan pesta Sinterklas untuk anak-anak pegawai mereka. Biasanya salah seorang pegawai berbangsa Belanda didaulat untuk memerankan tokoh Sinterklas, dan beberapa pegawai pribumi menjadi Piet-piet Hitam.
Setelah kemerdekaan, orang Belanda mulai enggan menyuruh atau meminta pegawai pribumi memerankan tokoh pembantu Sinterklas itu. Namun ada saja pegawai pribumi yang suka memerankannya, karena Piet Hitam merupakan tokoh jenaka yang nakal dan jahil.
Rumah-rumah di Batavia tentu saja tidak memiliki perapian ataupun cerobong asap sehingga anak-anak Belanda dan Indo menaruh sepatu berisi rumput dan cawan minuman kuda Sinterklas di bawah jendela. Lagipula, bukankah Piet Hitam lebih mudah masuk ke rumah melalui jendela?
Ada pula yang menaruh sepatu di bawah tempat tidur. Dan pagi-pagi, tanggal 5 Desember, semua anak Belanda, Belgia, dan Indo-Belanda di seluruh dunia bersorak gembira mendapatkan hadiah di sepatu mereka. Dan permen serta coklat tersebar di antara sisa-sisa rumput yang tak habis dimakan oleh kuda Sinterklas. (Frieda Amran, Antropolog tinggal di Belanda)
0 komentar:
Posting Komentar