Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI meminta kepada para content provider agar memproduksi konten yang mendidik. Pertimbangannya, selama 2010, permasalahan terkait konten SMS merupakan yang paling banyak dikeluhkan konsumen karena menguras pula, tapi isinya tak edukatif.
"Bisnis boleh, tapi harus ada pendidikan juga. Selama ini product knowledge-nya minim. Bagus, cuma karena edukasi masyarakat nggak ada, akhirnya jadi bumerang," ujar anggota Pengurus Harian YLKI, Sularsi usai diskusi "Bisnis Penguras Pulsa Rugikan Konsumen" di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (21/12/2010).
Selain itu, lanjutnya, agar layanan SMS tidak merugikan konsumen, Sularsi meminta agar penyedia konten menyediakan informasi lengkap kepada konsumen terkait konten yang ditawarkannya.
Seperti informasi tarifnya, cara mendaftar atau cara berhenti mendaftar, serta informasi nomor customer service yang bisa dihubungi. Selama ini, menurut YLKI, ketidakadaan informasi semacam itu banyak dikeluhkan konsumen.
"Tidak boleh menggunakan model up out, jika menerima SMS aku kena biaya, keluar aku kena juga, ini harus ada pilihan konsumen," katanya.
Penyedia konten, lanjut Sularsi, memiliki tanggung jawab yang kurang lebih sama dengan provider sebagai partner kerjasama dalam menyediakan SMS konten tersebut.
Keduanya harus memberikan mekanisme konten dan cara akses yang jelas kepada konsumen agar tidak merugikan. YLKI juga melansir, bisnis SMS konten termasuk bisnis yang menggiurkan namun seringkali dijalankan tanpa mengindahkan etika berbisnis.
Direktur Operasional Indonesian Mobile and Online Content Provider (IMOCA), Tjandra Tedja menyampaikan, asosiasi IMOCA telah memberikan edukasi kepada para penyedia konten SMS agar tidak "nakal" dalam berbisnis.
Menurutnya, pemain bisnis content provider di Indonesia saat ini hanya sekitar 100 orang. Bisnis tersebut belum pesat berkembang. "Ini masih rendah karena orang Indonesia belum anggap sebagai kebutuhan karena citranya masih negatif. Beda sama Jepang dan Korea yang penetrasinya sudah mencapai 50 persen," katanya.
Dari 187 juta pengguna jasa layanan telekomunikasi, baik GSM maupun CDMA, kata Tjandra, hanya 10-20 persen yang menggunakan layanan SMS konten. "Dibilang menjanjikan tidak juga. Kalau yang nakal, ya menjanjikan," tambahnya.
0 komentar:
Posting Komentar