Ujian nasional hari kedua, Selasa (19/4/2011), di Polewali Mandar, Sulbar, diwarnai sejumlah kecurangan seperti contek-contekan dan pemakaian ponsel meskipun ada pengawas ujian. |
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) membeberkan temuannya terkait kecurangan pada pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat sekolah menengah atas (SMA) yang digelar pekan lalu. Kecurangan tersebut umumnya terjadi di daerah, seperti DI Yogyakarta, Aceh Utara, Bekasi, Probolinggo, Bengkulu dan Lampung Tengah.
Sebenarnya para siswa tersebut siap diwawancarai, saat ini sedang kita koordinasikan dengan posko di daerah.
-- Slamet Nur A Effendy
Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Slamet Nur Achmad Effendy kepada Berita Uptodate, Senin (25/4/2011), mengatakan, beberapa sekolah yang secara jelas melakukan kecurangan itu adalah SMAN 2 Bekasi, SMA Muhammadiyah 1 Kali Rejo, Lampung Tengah, SMAN 1 Sewon, Bantul dan SMAN 2 Yogyakarta. Menurutnya, kecurangan terjadi sangat sistematis dan terorganisir. Hal itu terbukti dari pengakuan beberapa siswa di beberapa daerah.
"Informasi tentang pelanggaran UN itu kami dapatkan dari siswa. Pertama siswa diharuskan memakai celana dobel agar leluasa membawa telepon genggam saat ujian, dan berfungsi untuk distribusi kunci jawaban dari para guru," kata Slamet, Senin (25/4/2011), di Cikini, Jakarta Pusat.
Slamet melanjutkan, awalnya ia khawatir dengan akurasi informasi tersebut. Karenanya, ia bersama tim IPM melakukan verifikasi dan validasi terhadap beredarnya kunci jawaban itu. Hasilnya mencengangkan, karena sebagian besar kunci jawaban tersebut benar-benar sesuai dengan soal dalam UN.
"Awalnya kami khawatir itu hanya laporan yang dibuat-buat, karena posko kami ada di seluruh daerah. Kami sudah lakukan verifikasi pada teman-teman di sana," lanjut Slamet.
Selain itu, kecurangan lainnya adalah mengatur pengacakan soal sedemikian rupa, sehingga memungkinkan siswa mendapatkan paket soal yang sama sehingga berguna untuk memberikan kemudahan saat mencontek.
"Banyak pelanggaran, termasuk mengatur pengacakan soal. Hal itu diatur sedemikian rupa. Bisa jadi dalam lima baris, siswa mendapat paket soal yang sama," ungkap Slamet.
Sebagai bukti pendukung, Slamet akan menghadirkan beberapa siswa yang melaporkan kecurangan tersebut. Ia bahkan siap mempertanggung jawabkan kebenaran informasi ini.
"Sebenarnya para siswa tersebut siap diwawancarai, saat ini sedang kita koordinasikan dengan posko di daerah," tutur Slamet.
Faktanya, sambung Slamet, semakin canggih sistem, semakin canggih juga kecurangannya.
0 komentar:
Posting Komentar