Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia ditutup menguat 13 poin di level 8.763 dibanding pada akhir penutupan pekan lalu. Penutupan ini merupakan level terkuat rupiah sejak Mei 2007.
Nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada hari perdagangan pertama pascabencana gempa dan tsunami di Jepang, Senin (14/3/2011).
Ekonom Bank BNI Rosady TA Montol melihat tren penguatan rupiah akan terus terjadi, tetapi pelaku pasar juga lebih hati-hati, khususnya melihat tingkat inflasi. Dengan kata lain, tingkat suku bunga Bank Indonesia akan menjadi faktor yang menentukan pergerakan nilai tukar rupiah pekan ini. ”Nilai tukar rupiah adalah gambaran ekspektasi pasar terkait inflasi. Inflasi tak cukup baik jika ditimpakan ke tingkat suku bunga bagi Indonesia yang baru tumbuh,” kata Rosady.
Di bursa, saham pertambangan dan keuangan masih akan menjadi primadona bagi para investor. IHSG naik 27,61 poin atau sekitar 0,78 persen menjadi 3.569,839. Sebanyak 124 saham naik, 84 saham turun, dan 70 saham lainnya tak berubah. Volume transaksi mencapai 3,95 miliar saham senilai Rp 4,2 triliun. ”Cadangan devisa kita cukup kuat menopang rupiah untuk terus naik. Sementara koreksi IHSG yang terjadi pada akhir pekan lalu karena aksi ambil untung. Indeks masih layak kembali naik secara perlahan,” kata dealer valuta asing Bank BRI, Rachmat Wibisono.
Secara makroekonomi, sejak Amerika Serikat kembali dari krisis keuangan, mata uangnya melemah terhadap mata uang lain di dunia karena AS memberlakukan suku bunga rendah. Oleh karena itu, masuknya modal ke negara yang tengah tumbuh perekonomiannya, seperti China, India, dan Indonesia, kata Rachmat, tak bisa dihalangi.
Penguatan IHSG kemarin terjadi bersamaan dengan rebound bursa-bursa di Asia, kecuali bursa Jepang yang anjlok sekitar 6,2 persen menyusul kekhawatiran darurat nuklir pascabencana gempa dan tsunami, Jumat pekan lalu. Hampir semua sektor industri di bursa menguat, kecuali saham-saham di sektor perdagangan.
Pengalihan dana investor asing ke bursa regional Asia, termasuk di Bursa Efek Indonesia tecermin dari total pembelian bersih investor asing (foreign nett buy) sebesar Rp 196.095 miliar. Saham sektor pertambangan menjadi yang paling diburu oleh investor asing. Sektor itu naik sekitar 2,11 persen, disusul sektor industri lain-lain 1,50 persen dan sektor industri dasar 0,90 persen.
Pada saat kenaikan harga saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) sekitar 1,75 persen, harga saham salah satu perusahaan Grup Astra, PT United Tractor Tbk (UNTR), menjadi saham yang harganya paling anjlok sekitar 4,27 persen. Penurunan ini menyusul kabar rusaknya pabrik Komatsu, sebagai basis produksi alat berat yang dijual UNTR.
0 komentar:
Posting Komentar